Sudahkah kamu memahami diri kamu sendiri? Apakah sifat yang selama ini kamu tampilkan adalah murni cerminan diri kamu sendiri? Pernahkah kamu merasa tidak nyaman dalam bergaul dikarenakan teman bergaul kamu bukanlah orang yang satu jalan pikiran denganmu? Pernahkah kamu bertanya pada diri sendiri "apakah ini aku?siapa aku?ini bukan aku" ?
Jika kamu merasa pernah mengalaminya, itu berarti kamu adalah tipe orang yang mudah terpengaruh oleh lingkungan sekitarmu. Tidak peduli entah itu akan berdampak buruk atau baik bagi kehidupanmu kelak, yang terpenting adalah kamu diakui oleh lingkungan sekitarmu. Sering kita dengar sepatah kalimat "Be yourself even you're nobody". Ternyata ada bagusnya jika kita mendalami kalimat tersebut. Menjadi diri sendiri itu lebih baik ketimbang menjadi orang lain yang sebenarnya tidaklah pantas untuk ditiru.
Percayakah kamu bahwa lingkungan dapat mempengaruhi sifat seseorang? Contoh kecilnya adalah remaja yang tinggal di pedesaan dengan remaja yang tinggal di perkotaan akan sangat terlihat perbedaannya. Remaja sekarang cenderung mencari sosok idola untuk mencari jati dirinya sebelum akhirnya menenemukan jati dirinya sendiri. Maraknya penggunaan obat-obatan terlarang juga merupakan salah satu contoh dampak lingkungan yang buruk. Bagi orang yang tidak berprinsip alias ikut-ikutan,mudah sekali terjerumus kedalam hal-hal yang negatif.
Berhati-hati dalam memilih teman juga hal yang penting. Berteman dengan siapa saja adalah hal yang baik. Tetapi ada baiknya pula, jika kita termasuk orang yang mudah terpengaruh, memilih teman yang bisa membimbing kita ke arah yang positif. Lingkungan yang paling utama yang sangat berpengaruh pada pembentukan jati diri manusia adalah lingkungan keluarga. Anak yang mendapat kasih sayang dan perhatian yang cukup biasanya akan tumbuh menjadi anak yang ceria dan menyenangkan. Lain halnya dengan anak yang hidup di keluarga yang tidak utuh,orang tuanya bercerai misalnya, cenderung menjadi anak yang pemurung dan pendiam.
Lingkungan memang berperan besar bagi pembentukan jati diri seseorang. Beberapa faktor-faktor lingkungan yang mempengaruhi diri seseorang :
- Lingkungan keluarga
- Lingkungan tempat tinggal
- Lingkungan sekolah
- Lingkungan masyarakat
-dll
Pengaruh lingkungan sekolah atau tempat belajar juga cukup besar peranannya dalam pembentukan jati diri seseorang. Biasanya anak yang berteman dengan orang yang pintar secara tidak langsung si anak akan tertular pintarnya. Sebaliknya anak yang berteman dengan anak yang malas juga secara tidak langsung akan menjadi malas.
Jati diri adalah suatu pengetahuan tentang siapa kita ini. Pengetahuan seperti ini sangat penting sekali dan perlu dimiliki oleh remaja. Sebab anak-anak remaja yang memasuki kancah usia remaja tanpa memiliki bekal sama sekali tentang siapa dia, dan yang tidak berdaya untuk mengevaluasi masukan atau bujukan teman-temannya, akan cenderung mengikuti saja yang dikatakan temannya.
Supaya anak remaja memiliki konsep diri yang jelas, diperlukan masukan yang terutama dari pihak orang tua sendiri atau dari keluarga. Ini tidak bisa otomatis terjadi sewaktu anak sudah menginjak usia remaja, melainkan harus terjadi mulai dari usia yang paling dini. Contoh, sewaktu anak pada masa bayi digendong oleh orang tua, orang tua berkata aduh senyummu bagus, atau aduh ketawanya kok lucu. Nah ini adalah masukan, si bayi belum tahu apa yang dikatakan oleh orang tuanya tapi ia bisa merasakan bahwa yang dikatakan orang tuanya itu sesuatu yang baik dan menyenangkan. Karena meskipun bayi itu belum bisa memahami perkataan, dia sudah bisa merasakan ungkapan perasaan, jadi perasaan yang baik yang disalurkan kepada si bayi membuat si bayi juga merasa tenang. Sejak bayi dia harus mulai mendapatkan suatu perasaan bahwa orang tua menerimanya.
Beberapa hal yang bisa dan seharusnya dimasukkan oleh orang tua ke dalam diri anak:
1.Orang tua perlu menanamkan kepada anak bahwa anak adalah seseorang yang mereka kasihi, yang bukan saja mereka sambut tapi sangat mereka kasihi. Dengan kata lain, mereka ini adalah anak-anak yang berharga di mata orang tua. Anak-anak perlu mengetahui bahwa mereka itu penting dan berharga.
#Orang tua juga perlu mengarahkan anak ke mana dia harus pergi, dengan siapa dia harus bergaul, bagaimana dia harus bertindak, hidup seperti apa yang baik. Kita perlu mengkomunikasikan pada anak, engkau ini sebetulnya siapa dan engkau seharusnya menjadi seperti apa. Yang menarik untuk diperhatikan adalah, ada anak yang pada waktu memasuki usia remaja mempunyai 2 sisi yang berbeda. Di rumah dia kelihatan manis sehingga menyukakan hati orang tua, tapi kemudian orang tua mendapat laporan yang bertolak belakang dari gurunya atau teman-teman mereka.
Ada beberapa kemungkinan yang menyebabkan terjadinya hal ini:
1.Kemungkinan pertama adalah dia kebetulan berkumpul dengan teman-teman yang mempunyai gaya atau nilai hidup yang sangat berbeda dengan yang dianut oleh orang tuanya.
2. Anak-anak remaja memang sedang memasuki usia di mana dia mulai berpikir sendiri.
#Orang tua perlu memberitahukan pada anak-anak bahwa mereka mempunyai kemampuan atau keunikan tertentu. Di sinilah orang tua berfungsi sebagai pemberitahu, sebagai pemberi tanggapan, atau sebagai cermin yang bisa memberitahukan anak: "Inilah yang seharusnya kamu miliki dan inilah keadaanmu sekarang." Anak-anak perlu mengetahui apa kesanggupan, kebiasaan, keunikan, dan kekhususan yang dimilikinya.
sumber : http://www.telaga.org/audio/peran_orangtua_dalam_pembentukan_jati_diri_remaja
BAGI remaja, masa pencarian identitas diri adalah masa yang sangat penting. Proses ini melibatkan banyak orang. Nah, peran orangtua sangat penting membantu mereka menghadapi masa-masa ini.
Jati diri kerap diartikan sebagai identitas diri. ”Identitas diri sebetulnya cara bagaimana seseorang melihat dirinya. Identitas diri juga dikenal dengan istilah konsep diri,” kata psikolog anak dan remaja dari Empati Development Center, Dra Roslina Verauli MPsi.
Masa remaja adalah masa di mana mereka melalui proses pencarian jati diri, pada masa itu para remaja dituntut untuk memiliki rasa percaya diri. Psikolog yang akrab disapa Vera ini menuturkan, peran orangtua di masa anak mencari jati diri ini tentu saja sangat dibutuhkan. Orangtua bisa membantu mereka mengenali dirinya secara mendalam.
Peran orangtua bisa dilakukan dengan memberikan stimulasi yang memadai, menemukan dan mengenali bakat dan potensi anak. Orangtua juga bisa membantu anak mengenai temperamen dan kepribadiannya agar ia bisa beradaptasi dengan lingkungan sosialnya, mampu memecahkan masalah dengan baik. Kemampuan memecahkan masalah tersebut memungkinkan anak belajar dan berprestasi (baik di sekolah maupun di luar sekolah). Pada masa pencarian jati diri, anak juga dituntut mulai menyadari bakat yang dimilikinya, menyadari bahwa ia akan punya tujuan hidup berupa cita-cita. Nah, dalam hal ini orangtua bisa membantunya dengan mengenalkan model atau tokoh idola. Orangtua juga harus memberi nilai-nilai kehidupan (living values) yang positif, dan sebagainya.
”Pemahaman yang diberikan orangtua di masa pengembangan diri ini, kelak akan membantu anak mengenali dirinya, beradaptasi dengan lingkungan dan menghadapi tantangan kehidupan berupa tantangan karier dan lain sebagainya,” psikolog yang juga berpraktik di RS Cengkareng ini.
Sebetulnya proses pembentukan konsep diri atau jati diri merupakan proses yang berlangsung seumur hidup. Mulai usia sekitar dua atau tiga tahun di mana anak sudah mulai mampu menggunakan bahasa yang memungkinkan mereka belajar lebih banyak tentang diri dan lingkungan. Hingga terbentuk pemahaman tentang diri meski masih dalam kapasitas yang bersifat egosentris (hanya berpusat pada diri sendiri). Bisa diartikan juga, bahwa di masa itu, anak-anak adalah individu yang terpisah dari lingkungannya.
Secara umum, perkembangan ini terjadi di usia sekitar tiga tahun. Anak memahami dirinya adalah individu yang bisa memiliki keinginan, memiliki identitas berupa nama, hingga kelak di usia empat tahun, anak memahami jenis kelaminnya. Perkembangan identitas diri ini terus mengalami perkembangan hingga menjadi lebih kompleks dan berkaitan dengan kapasitas diri.
”Nah, proses memahami identitas diri yang berkaitan dengan kapasitas dan kemampuan ini sebetulnya sudah dimulai sejak usia sekolah di mana tugas perkembangan saat itu adalah mencapai perasaan kompeten atau feeling of industry,” ucapnya.
Dilanjutkan Vera, nantinya di usia remaja, pencarian identitas diri akan lebih banyak melibatkan hubungan bersama orang lain. Pendapat orang lain merupakan acuan penting bagi remaja tentang bagaimana ia kelak akan melihat dirinya. Juga melihat bagaimana hubungan dengan orang di sekitarnya pun turut memengaruhi atau menjadi penting bagi kehidupannya.
Bahkan di usia dewasa, proses penemuan diri ini terus berlanjut. Tentu saja lebih berkaitan dengan pencapaian karier dan pekerjaan, hingga dalam peran sebagai orang tua kelak. ”Jadi, proses pembentukan jati diri terus berlangsung seumur hidup,” kata staf pengajar Universitas Tarumanagara Jakarta ini.
Umumnya, yang terjadi di masa ini adalah anak memperoleh pemahaman, tentang seperti apa dirinya, melalui aktivitas yang ia lakukan, prestasi yang ia capai, pengembangan diri yang ia lalui, hingga hubungan bersama orang lain di sekitarnya. Misalnya saja seperti apa dirinya menurut temanteman dan orang di sekitarnya (terutama orangtua, pengasuh, saudara dekat, guru, dan sebagainya).
Senada dengan Roslina, praktisi emotional intellegence parenting, Hanny Muchtar Darta Certified EI PSYCH-K SET dari Radani Emotional Intellegence Center, mengatakan peran orangtua dalam masa-masa pencarian jati diri anak adalah sebagai pendukung (suporter) atau pemberi motivasi (motivator) serta sebagai pelatih.
”Di masa ini, anak-anak sedang senang bereksperimen, dan orangtua hanyalah mengarahkan, bukan menentukan anak,” tandas praktisi lulusan pendidikan di Emotional Intelligence Six Seconds USA ini. Bantu anak mengenali diri dan berikan pemahaman bahwa setiap orang memiliki kualitas positif dalam dirinya yang tinggal menunggu untuk ditemukan dan dikembangkan.
sumber : http://kingyayat.blogspot.com/2010/03/bantu-remaja-cari-jati-diri.html
Lingkungan merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi terhadap pembentukan dan perkembangan perilaku individu, baik lingkungan fisik maupun lingkungan sosio-psikologis, termasuk didalamnya adalah belajar.
Terhadap faktor lingkungan ini ada pula yang menyebutnya sebagai empirik yang berarti pengalaman, karena dengan lingkungan itu individu mulai mengalami dan mengecap alam sekitarnya. Manusia tidak bisa melepaskan diri secara mutlak dari pengaruh lingkungan itu, karena lingkungan itu senantiasa tersedia di sekitarnya.
Sejauh mana pengaruh lingkungan itu bagi diri individu, dapat kita ikuti pada uraian berikut :
1. Lingkungan membuat individu sebagai makhluk sosial
Yang dimaksud dengan lingkungan pada uraian ini hanya meliputi orang-orang atau manusia-manusia lain yang dapat memberikan pengaruh dan dapat dipengaruhi, sehingga kenyataannya akan menuntut suatu keharusan sebagai makhluk sosial yang dalam keadaan bergaul satu dengan yang lainnya.
Terputusnya hubungan manusia dengan masyarakat manusia pada tahun-tahun permulaan perkembangannya, akan mengakibatkan berubahnya tabiat manusia sebagai manusia. Berubahnya tabiat manusia sebagai manusia dalam arti bahwa ia tidak akan mampu bergaul dan bertingkah laku dengan sesamanya.
Dapat kita bayangkan andaikata seorang anak manusia yang sejak lahirnya dipisahkan dari pergaulan manusia sampai kira-kira berusia 10 tahun saja, walaupun diberinya cukup makanan dan minuman, akan tetapi serentak dia dihadapkan kepada pergaulan manusia, maka sudah dapat dipastikan bahwa dia tidak akan mampu berbicara dengan bahasa yang biasa, canggung pemalu dan lain-lain. Sehingga kalaupun dia kemudian dididik, maka penyesuaian dirinya itu akan berlangsung sangat lambat sekali.
2. Lingkungan membuat wajah budaya bagi individu
Lingkungan dengan aneka ragam kekayaannya merupakan sumber inspirasi dan daya cipta untuk diolah menjadi kekayaan budaya bagi dirinya. Lingkungan dapat membentuk pribadi seseorang, karena manusia hidup adalah manusia yang berfikir dan serba ingin tahu serta mencoba-coba terhadap segala apa yang tersedia di alam sekitarnya.
Lingkungan memiliki peranan bagi individu, sebagai :
1. Alat untuk kepentingan dan kelangsungan hidup individu dan menjadi alat pergaulan sosial individu. Contoh : air dapat dipergunakan untuk minum atau menjamu teman ketika berkunjung ke rumah.
2. Tantangan bagi individu dan individu berusaha untuk dapat menundukkannya. Contoh : air banjir pada musim hujan mendorong manusia untuk mencari cara-cara untuk mengatasinya.
3. Sesuatu yang diikuti individu. Lingkungan yang beraneka ragam senantiasa memberikan rangsangan kepada individu untuk berpartisipasi dan mengikutinya serta berupaya untuk meniru dan mengidentifikasinya, apabila dianggap sesuai dengan dirinya. Contoh : seorang anak yang senantiasa bergaul dengan temannya yang rajin belajar, sedikit banyaknya sifat rajin dari temannya akan diikutinya sehingga lama kelamaan dia pun berubah menjadi anak yang rajin.
4. Obyek penyesuaian diri bagi individu, baik secara alloplastis maupun autoplastis. Penyesuaian diri alloplastis artinya individu itu berusaha untuk merubah lingkungannya. Contoh : dalam keadaan cuaca panas individu memasang kipas angin sehingga di kamarnya menjadi sejuk. Dalam hal ini, individu melakukan manipulation yaitu mengadakan usaha untuk memalsukan lingkungan panas menjadi sejuk sehingga sesuai dengan dirinya. Sedangkan penyesuaian diri autoplastis, penyesusian diri yang dilakukan individu agar dirinya sesuai dengan lingkungannya. Contoh : seorang juru rawat di rumah sakit, pada awalnya dia merasa mual karena bau obat-obatan, namun lama-kelamaan dia menjadi terbiasa dan tidak menjadi gangguan lagi, karena dirinya telah sesuai dengan lingkungannya.
sumber: http://akhmadsudrajat.wordpress.com/2008/02/07/pengaruh-lingkungan-terhadap-individu/
Pengertian Konsep Diri
Masalah-masalah rumit yang dialami manusia, seringkali dan bahkan hampir semua sebenarnya berasal dari dalam diri. Mereka tanpa sadar menciptakan mata rantai masalah yang berakar dari problem konsep diri. Dengan kemampuan berpikir dan menilai, manusia malah suka menilai yang macam-macam terhadap diri sendiri maupun sesuatu atau orang lain – dan bahkan meyakini persepsinya yang belum tentu obyektif. Dari situlah muncul problem seperti inferioritas, kurang percaya diri, dan hobi mengkritik diri sendiri.
Konsep diri dapat didefinisikan secara umum sebagai keyakinan, pandangan atau penilaian seseorang terhadap dirinya. Definisi yang lebih rinci lagi adalah sebagai berikut :
a. Konsep diri adalah keyakinan yang dimiliki individu tentang atribut (ciri-ciri sifat ) yang dimiliki (Brehm & Kassin, 1993).
b. Atau juga diartikan sebagai pengetahuan dan keyakinan yang dimilki individu tentang karakteristik dan ciri-ciri pribadinya (Worchel, 2000).
c. Definisi lain menyebutkan bahwa Konsep diri merupakan semua perasaan dan pemikiran seseorang mengenai dirinya sendiri. Hal ini meliputi kemampuan, karakter diri, sikap, tujuan hidup, kebutuhan dan penampilan diri
Seseorang dikatakan mempunyai konsep diri negatif jika ia meyakini dan memandang bahwa dirinya lemah, tidak berdaya, tidak dapat berbuat apa-apa, tidak kompeten, gagal, malang, tidak menarik, tidak disukai dan kehilangan daya tarik terhadap hidup. Orang dengan konsep diri negatif akan cenderung bersikap pesimistik terhadap kehidupan dan kesempatan yang dihadapinya. Ia tidak melihat tantangan sebagai kesempatan, namun lebih sebagai halangan. Orang dengan konsep diri negatif, akan mudah menyerah sebelum berperang dan jika gagal, akan ada dua pihak yang disalahkan, entah itu menyalahkan diri sendiri (secara negatif) atau menyalahkan orang lain.
Sebaliknya seseorang dengan konsep diri yang positif akan terlihat lebih optimis, penuh percaya diri dan selalu bersikap positif terhadap segala sesuatu, juga terhadap kegagalan yang dialaminya. Kegagalan bukan dipandang sebagai kematian, namun lebih menjadikannya sebagai penemuan dan pelajaran berharga untuk melangkah ke depan. Orang dengan konsep diri yang positif akan mampu menghargai dirinya dan melihat hal-hal yang positif yang dapat dilakukan demi keberhasilan di masa yang akan datang.
Ada dua komponen dalam konsep diri yaitu komponen kognitif dan komponen afektif. Komponen kognitif disebut sebagai citra diri (self image) sedangkan komponen afektif adalah harga diri (self esteem).
Pembentukan Konsep diri
Konsep diri terbentuk melalui proses belajar sejak masa pertumbuhan seorang manusia dari kecil hingga dewasa. Lingkungan, pengalaman dan pola asuh orang tua turut memberikan pengaruh yang signifikan terhadap konsep diri yang terbentuk. Sikap atau respon orang tua dan lingkungan akan menjadi bahan informasi bagi anak untuk menilai siapa dirinya. Oleh sebab itu, seringkali anak-anak yang tumbuh dan dibesarkan dalam pola asuh yang keliru dan negatif, atau pun lingkungan yang kurang mendukung, cenderung mempunyai konsep diri yang negatif. Hal ini disebabkan sikap orang tua yang misalnya : suka memukul, mengabaikan, kurang memperhatikan, melecehkan, menghina, bersikap tidak adil, tidak pernah memuji, suka marah-marah, dsb - dianggap sebagai hukuman akibat kekurangan, kesalahan atau pun kebodohan dirinya. Jadi anak menilai dirinya berdasarkan apa yang dia alami dan dapatkan dari lingkungan. Jika lingkungan memberikan sikap yang baik dan positif, maka anak akan merasa dirinya cukup berharga sehingga tumbuhlah konsep diri yang positif.
Konsep diri ini mempunyai sifat yang dinamis, artinya tidak luput dari perubahan. Ada aspek-aspek yang bisa bertahan dalam jangka waktu tertentu, namun ada pula yang mudah sekali berubah sesuai dengan situasi sesaat. Misalnya, seorang merasa dirinya pandai dan selalu berhasil mendapatkan nilai baik, namun suatu ketika dia mendapat angka merah. Bisa saja saat itu ia jadi merasa “bodoh”, namun karena dasar keyakinannya yang positif, ia berusaha memperbaiki nilai.
Dalam konsep diri ini terdapat beberapa unsur antara lain:
1. Penilaian diri merupakan pandangan diri terhadap:
• Pengendalian keinginan dan dorongan-dorongan dalam diri. Bagaimana kita mengetahui dan mengendalikan dorongan, kebutuhan dan perasaan-perasaan dalam diri kita.
• Suasana hati yang sedang kita hayati seperti bahagia, sedih atau cemas. Keadaan ini akan mempengaruhi konsep diri kita positif atau negatif.
• Bayangan subyektif terhadap kondisi tubuh kita. Konsep diri yang positif akan dimiliki kalau merasa puas (menerima) keadaan fisik diri sendiri. Sebaliknya, kalau merasa tidak puas dan menilai buruk keadaan fisik sendiri maka konsep diri juga negatif atau akan jadi memiliki perasaan rendah diri.
2. Penilaian sosial merupakan evaluasi terhadap bagaimana individu menerima penilaian lingkungan sosial pada diri nya. Penilaian sosial terhadap diri yang cerdas, supel akan mampu meningkatkan konsep diri dan kepercayaan diri. Adapun pandangan lingkungan pada individu seperti si gendut, si bodoh atau si nakal akan menyebabkan individu memiliki konsep diri yang buruk terhadap dirinya.
3. Konsep lain yang terdapat dalam pengertian konsep diri adalah self image atau citra diri, yaitu merupakan gambaran:
• Siapa saya, yaitu bagaimana kita menilai keadaan pribadi seperti tingkat kecerdasan, status sosial ekonomi keluarga atau peran lingkungan sosial kita.
• Saya ingin jadi apa, kita memiliki harapan-harapan dan cita-cita ideal yang ingin dicapai yang cenderung tidak realistis. Bayang-bayang kita mengenai ingin jadi apa nantinya, tanpa disadari sangat dipengaruhi oleh tokoh-tokoh ideal yang yang menjadi idola, baik itu ada di lingkungan kita atau tokoh fantasi kita.
• Bagaimana orang lain memandang saya, pertanyaan ini menunjukkan pada perasaan keberartian diri kita bagi lingkungan sosial maupun bagi diri kita sendiri.
Konsep diri yang terbentuk pada diri juga akan menentukan penghargaan yang berikan pada diri. Penghargaan terhadap diri atau yang lebih dikenal dengan self esteem ini meliputi penghargaan terhadap diri sebagai manusia yang memiliki tempat di lingkungan sosial. Penghargaan ini akan mempengaruhi dalam berinteraksi dengan orang lain.
Faktor Lingkungan terhadap Pembentukan Konsep diri.
Kita mungkin patut mempertanyakan, mengapa beberapa bagian kota terlihat sukses dan lainnya tidak? Mengapa orang-orang lebih senang tinggal di lingkungan tertentu dibandingkan dengan lainnya? Kenapa anak belajar lebih baik pada sebuah lingkungan ketimbang lingkungan lainnya?. Seringkali orang bertindak secara instinctive. Mereka melakukan sesuatu berdasarkan naluri untuk alas an yang tidak dapat mereka jelaskan secara pasti. Setiap orang memiliki perasaan dasar, yang secara bawah sadar menjadi kekutan yang mendasari perilakunya. Kekuatan ini sering juga disebut sebagai NILAI.
Nilai adalah sesuatu yang bertahan lama dan menjadi penopang psikologis semua makhluk hidup. Nilai memberi manusia kerangka berfikir, dimana manusia merencanakan dan membangun kehidupannya. Nilai dibuat untuk sebuah tujuan akhir. Misalnya, kita mengharapkan kehidupan yang relative tidak rumit, produktif, aktif dan menarik. Kita menginginkan memiliki rumah yang tidak terlalu kecil, memiliki halaman yang nyaman dan mudah diurus. Orang lain mungkin memiliki rumah yang cukup luas, memiliki kolam renang dan garasi untuk parkir mobil mewah milik pribadi.
Semua orang memiliki nilai individual yang berbeda dalam hidupnya dan dipenuhi dengan berbagai cara. Sebagai contoh, pengalaman masa kecil yang miskin akan mendorong keinginan untuk mencuri di masa dewasa atau malah menjadi seorang dermawan. Tidak adanya privasi di masa kanak-kanak (di mana bisa juga akibat budaya) dapat menghasilkan efek yang bervariasi terhadap setiap orang.
Nilai Mempengaruhi Lingkungan.
Lingkungan dapat sangat mempengaruhi manusia, tidak peduli berapapun usianya. Misalnya pada kasus ekstreem pada anak-anak yang tinggal di pemukiman kumuh, kehidupan ekonomi yang tidak baik, pola asuh orang tua yang tidak berfungsi dengan baik. Seseorang yang hidup dalam lingkungan tersebut terikat pada nilai yang didapatnya dari pengalaman tersebut. Seringkali kriminalitas muncul akibat pengalamannya tersebut. Namun perasaan hidup yang lebih bersih dan teratur bisa juga muncul dari pengalaman tersebut. Tidak ada yang bisa meramalkan perilaku manusia. Kita hanya bisa mengatakan pengalaman apa yang mempengaruhi lingkungannya.
Contoh lainnya adalah berdasarkan penelitian, tingkat stress pada masyarakat kota lebih besar dibanding masyarakat di desa. Kemacetan lalu lintas, polusi udara, polusi air, mahalnya biaya hidup adalah beberapa faktor penyebab tingginya tingkat stress pada masyarakat kota. Berdasarkan gejala-gejala tersebut, orang mulai memikirkan bagaimana pola pemukiman yang baik yang dapat membuat orang hidup lebih nyaman dan terlindungi.
Lingkungan hidup sangat dipengaruhi oleh nilai-nilai manusia. Seringkali keberadaan materi-materi lingkungan seperti rumah tinggal, jalan raya dan sebagainya hanya dianggap sebagai materi fisik belaka. Padahal lebih dari itu keberadaannya berupa fisik juga mempengaruhi nilai-nilai dalam blok-blok persepsi dan psikologi manusia. Meskipun pada awalnya manusia yang membentuk bangunan dan lingkungan, namun selanjutnya bangunan dan lingkungan menjadi kekuatan yang membentuk konsep diri-sosial.
Lingkungan Mempengaruhi Nilai.
Manusia dipengaruhi oleh ruang dan lingkungannya. Orang lebih bisa menerima ruang dan lingkungannya jika itu membuatnya merasa nyaman. Memasang karpet di kantor akan membuat para karyawan merasa lebih dihargai. Pengaturan jarak tempat duduk yang baik, warna dinding kelas memberikan rasa nyaman dan mendorong pelajar untuk lebih konsentrasi dalam menerima materi pelajaran di kelas. Tetapi apabila nilai-nilai tersebut diabaikan, akan melahirkan perasaan-perasaan yang menghilangkan bisa sangat mengganggu kenyamanan seseorang dalam aktivitasnya. Karyawan akan sangat tertekan apabila ditempatkan pada ruang kerja yang menjadikan mereka hanya sebagai perangkat perpanjangan mesin tanpa mengindahkan nilai-nilai kemanusiaannya. Jarak tempat duduk yang tidak memperhatikan kaidah-kaidah antropometri dan ergonomi, akan menghilangkan motivasi belajar para siswa.
Panti weda merupakan salah satu contoh bagaimana nilai-nilai manusia diabaikan. Orang yang pindah di panti tersebut biasanya dilarang membawa perabotan pribadi. Padahal bagi sebagian orang-orang tua tersebut, kehadiran perabot menyimpan kenangan dan menjadi alat pengenal lingkungan yang diperlukan oleh mereka. Kepindahan menghilangkan “rumah” mereka; bangunan, orang-orang dan kenangan tidak lagi bersama mereka di tempat pengasingannya.
Dari penjelasan-penjelasan diatas dapat kita ambil beberapa kesimpulan :
1. Manusia adalah makhluk yang memiliki persepsi terhadap dirinya dan orang lain.
2. Persepsi tersebut lahir dari nilai-nilai yang diyakininya.
3. Nilai-nilai tersebut muncul dari pengalaman-pengalaman yang dialaminya dan nilai-nilai sosial yang berlaku dalam lingkungan hidupnya.
4. Nilai-nilai mempengaruhi lingkungan dan selanjutnya lingkungan mempenguri nilai-nilai.
Oleh sebab itu penataan lingkungan sangat memerlukan kajian psikologi sebagai disiplin ilmu. Kerjasama psikolog dan perancang lingkungan binaan sangat dibutuhkan untuk memberikan rasa kemanusiaan pada efek keberadaan bangunan-bangunan dan penataan lingkungan secara luas.
DAFTAR PUSTAKA
Halim, Deddy. 2005. “Psikologi Arsitektur :Pengantar Kajian Lintas Disiplin” Jakarta : Grasindo
Artikel :
Arief Sosiawan, Edwi. “Psikologi Sosial”
Alatas, Alwi. “Pendidikan Remaja dari Sudut Pandang Islam”
sumber : http://kesehatan.kompasiana.com/kejiwaan/2010/06/26/pengaruh-lingkungan-dalam-proses-pembentukan-konsep-diri-self-concept/
Kesimpulannya peran orang tua adalah yang paling utama dalam pembentukan jati diri seorang anak. Karena orang tua yang mengawasi dan mengetahui bagaimana sebenarnya karakter dan pola pikir anak tersebut. Lingkungan yang baik akan membimbing seorang anak menjadi anak yang baik pula.
No comments:
Post a Comment